Rukun Jual Beli menurut Abdu Al-Rahman (III)

Rukun Jual Beli menurut Abdu Al-Rahman (III)

Contents

Ponpesgo.id – Abu al-Rahman dalam karyanya mengatakan bahwa rukun jual beli itu berjumlah enam, yaitu sighat, akid, mak’ud alaih. 

Ke-enam rukun ini dipahami olehnya sebab setiap satu rukun pada dasarnya memiliki dua ketentuan.

Rukun yang ketiga adalah mak’ud alaih

Mak’ud alaih berarti barang yang diperjual belikan, di dalamnya ada dua, yaitu memberi dan menerima. 

Menurut Abdul al-Rahman barang yang diperjual belikan (mak’ud alih) haruslah barang yang suci, untuk itu barang yang najis tidak sah untuk diperjual belikan. 

Lantas bagaimana bila barang suci yang terkena najis (mutanajis). Barang mutanajis tersebut hendaknya disucikan terlebih dahulu sebelum diperjualbelikan. 

Selain itu, barang yang diperjualbelikan harus diketahui baik bentuk maupun harganya.

Para ulama menetapkan bahwa barang yang diperjual-belikan itu harus memenuhi syarat tertentu agar boleh dilakukan akad. 

Agar jual-beli menjadi sah secara syariah, maka barang yang diperjual-belikan harus memenuhi beberapa syarat:

Suci

Para ulama menegaskan bahwa benda-benda yang diperjualbelikan haruslah benda yang suci bukan benda yang najis atau mengandung najis 

Punya manfaat

Barang yang diperjualbelikan harus memiliki manfaat secara umum dan layak. Sebaliknya, barang tersebut tidak memberikan mudharat atau sesuatu yang membahayakan atau merugikan manusia. 

Dimiliki oleh penjualnya

Tidaklah sah transaksi jual-beli jika dilakukan selain dengan pemilik langsung suatu benda, kecuali orang tersebut sudah diamanatkan untuk menjadi wali (al-wilayah) atau wakil. 

Yang dimaksud dengan wali adalah bila benda itu dimiliki oleh seorang anak kecil, baik yatim atau bukan, maka walinya berhak untuk melakukan transaksi atas benda milik anak itu. 

Sedangkan yang dimaksud dengan wakil adalah seseorang yang mendapat mandat dari pemilik barang untuk menjelaskannya kepada pihak lain.

Bisa diserahkan

Benda yang diperjualbelikan haruslah benda yang memiliki wujud fisik sehingga bisa diserahkan kepada pembeli. 

Tidaklah sah jika transaksi jual-beli dilakukan apabila benda yang ingin diperjualbelikan tidak bisa diserahkan.

Misalnya menjual seekor sapi yang hilang, maka hal tersebut tidak sah dilakukan, karena tidak jelas apakah sapi tersebut masih bisa ditemukan atau tidak.

Harus diketahui keadaannya

Benda yang tidak diketahui keadaannya tidak sah untuk diperjualbelikan, kecuali benda tersebut sudah diketahui keberadaannya oleh kedua belah pihak. 

Baik dari segi kualitas dan kuantitasnya. Pada segi kuantitas, barang tersebut haruslah ditentukan ukurannya, baik berat, Panjang maupun volumenya. 

Sedangkan pada segi kualitas, barang tersebut harus dapat dilihat tingkat baik buruknya sebuah benda.

Tinggalkan Balasan